Biografi K.H. Hasyim Asy’ari
1. Latar Belakang Keluarga KH Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy’ari atau M Hasyim Asy’ari merupakan ulama kelahiran Jombang, 24 Dzulqaidah 1287 H. Hasyim merupakan putra ketiga dari 11 bersaudara, dari pasangan KH Asy’ari (pemimpin Pesantren Keras, Jombang) dan Nyai Halimah.
Dari garis keturunan sang ayah, Hasyim merupakan keturunan Rasulullah. Selain keturunan Rasulullah, beliau juga merupakan keturunan Sunan Giri, wali yang menyebarkan Islam di Jawa.Sementara dari garis keturunan sang ibu, Hasyim merupakan keturunan raja terakhir Kerajaan Majapahit. Raja tersebut yakni Raja Brawijaya VI (Lembu Peteng).
2. Pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari
Hasyim, sedari kecil tinggal berdampingan di lingkungan pesantren tradisional. Di sana, ia belajar dasar-dasar Islam dari pondok pesantren yang dipimpin sang ayah, Pesantren Keras.
Menginjak usia 15 tahun, Hasyim melancong ke beberapa pesantren di Jawa. Mulai dari Pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo), Pesantren Tambakberas (Jombang), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Cepoko (Ngawi), serta Pesantren Sarang (Rembang).
Enam tahun berselang, Hasyim memperistri Nafisah yang merupakan putri dari Kiai Ya’qub Siwalan Panji. Ia kemudian menunaikan ibadah haji bersama mertua dan istrinya.
Tak hanya menjalankan ibadah haji, beliau juga menimba ilmu kepada beberapa ulama terkemuka yakni Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syaikh Muhammad Salih al-Samarqnadi, Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Thahir al-Ja’fari, serta Syaikh Muhammad Mahfuzh al-Tarmasi.
Sebelum kembali ke Tanah Air, K.H. Hasyim juga sempat mengabdi sebagai pengajar di Masjidil Haram. Ia menyandang gelar Syaikhul Haram.
K.H. Hasyim juga turut menulis beberapa karya ilmiah. Mulai dari Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah dan Al-Imam al-Ghazali wa Arauhu al-Kalamiah. Setelah itu, ia pulang ke Indonesia dan mendirikan Pesantren Tebuireng pada tahun 1899.
3. Peran dan Perjuangan K.H. Hasyim Asy’ari
Tak hanya dikenal sebagai ulama yang ahli di berbagai bidang ilmu, K.H. Hasyim juga dikenal sebagai pejuang yang gigih dalam membela agama dan bangsa. Beliau turut maju menghadapi penjajah Belanda, dengan mengutamakan syariat Islam.
Perjuangan K.H. Hasyim terlihat ketika ia mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926. Didirikannya NU bertujuan untuk menjaga kemurnian ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, mempererat persatuan umat Islam, dan menggalang perlawanan terhadap penjajah.
NU kemudian berkembang pesat sehingga menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini memiliki jutaan anggota dan ratusan ribu pengurus dari berbagai penjuru daerah di Indonesia.
Selain partisipasinya dalam ajaran Islam, K.H. Hasyim juga turut menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Untuk diketahui, KNIP adalah lembaga pertama Republik Indonesia.
K.H. Hasyim juga turut mengeluarkan fatwa jihad guna melawan agresi militer Belanda di tahun 1948. Fatwa jihad ini digagas oleh K.H. Hasyim Asy’ari dengan maksud sebagai seruan semangat kepada para pejuang untuk merdeka.
4. Warisan K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim wafat pada 7 Jumadil Akhir 1336 H atau sama dengan 25 Juli 1947 di Surabaya. Jenazah KH Hasyim dimakamkan di kompleks Pesantren Tebuireng.
Ilmu K.H. Hasyim bisa dipelajari dari karya-karya ilmiah yang dibuatnya. Beberapa karya ilmiah yang populer di antaranya Al-Imam al-Ghazali wa Arauhu al-Kalamiah, Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah, Nadzom al-Ibanah ‘an Usul al-Diyanah, Al-Tahrir fi Usul al-Fiqh, dan Nadzom Jawahir al-Tauhid.
Selain karya dan jasanya yang dikenang, K.H. Hasyim juga turut melahirkan ulama dan pemimpin bangsa. Beberapa di antaranya yakni KH Wahid Hasyim (putra K.H. Hasyim Asy’ari yang menjadi Menteri Agama RI pertama), H Abdurrahman Wahid (cucu KH Hasyim Asy’ari yang menjadi Presiden RI ke-4), KH Sahal Mahfudz (mantan Ketua PBNU), K.H. Mustofa Bisri (mantan Rais Aam PBNU), dan masih banyak lagi yang lainnya.
Editor: Alima sri sutami mukti